E-Toll: Implementasi e-Government dalam Pelayanan Tol di Indonesia

Teknologi informasi saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai jenis teknologi modern muncul di lapisan masyarakat seperti pada sektor bisnis dan perdagangan melalui jaringan elektronik. Selain itu, ada juga perkembangan yang signifikan dari sistem transaksi pembayaran yang semula menggunakan uang tunai menuju sistem pembayaran elektronik (nontunai) seperti kartu kredit, kartu ATM (debit) dan e-money. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan adanya kemajuan teknologi informasi di Indonesia, PT Jasa Marga (Persero) Tbk berupaya mendukung hal tersebut dengan memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. PT Jasa Marga menilai masalah kemacetan di beberapa ruas jalan umum sangat memperihatinkan. Oleh karena itu, sebagian masyarakat cenderung untuk lebih memilih menggunakan dan memanfaatkan fasilitas jalan tol. PT Jasa Marga memiliki tugas utama yaitu merencanakan, membangun, mengoperasikan, serta memelihara jalan tol dengan sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat dipergunakan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat (Jasa Marga, n.d.). Jalan tol yang dioperasikan berfungsi sebagai jalan bebas hambatan yang memberikan manfaat lebih tinggi dibandingkan jalan umum.

Perkembangan teknologi menuntut adanya inovasi-inovasi baru, termasuk untuk bidang perbankan. Dilihat dari ilmu manajemen bisnis perbankan, suatu bank diharapkan dapat mensejajarkan dan memadukan kemampuan bank dengan tuntutan lingkungan agar dapat memberikan produk-produk perbankan yang bertujuan untuk mempermudah kegiatan transaksi bagi masyarakat. Salah satu produk perbankan berupa e-money yang telah dimanfaatkan oleh PT Jasa Marga dalam melakukan transaksi pembayaran tol secara otomatis yang disebut e-toll. E-toll atau electronic toll adalah bentuk moderninasi dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan tol. E-toll adalah wujud implementasi e-government oleh pemerintah melalui PT Jasa Marga. e-government adalah penggunaan teknologi oleh pemerintah, khususnya internet berbasis aplikasi web untuk meningkatkan akses dan layanan kepada warga negara, mitra bisnis, karyawan, dan entitas pemerintah lainnya (Osborne & Gaebler, 1992).

E-Toll merupakan bentuk implementasi e-government berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Non Tunai di Jalan Tol. Selanjutnya pada Pasal 6 ayai 1 menjelaskan bahwa e-toll merupakan pelayanan pembayaran tol menggunakan sistem elektronik yang mulai diterapkan secara serentak pada 31 Oktober 2017 (Republik Indonesia, 2017). Peraturan Menteri PUPR Nomor 16/PRT/M/2017 bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna tol, sehingga transaksi tol menjadi lebih efektif, efisien, aman, dan nyaman. Keberadaan e-toll dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat dan praktis dalam melakukan transaksi pembayaran tarif tol, diantaranya: mempercepat layanan transaksi, mengurangi antrian, serta menyesuaikan dengan program pemerintah yang disebut GNNT-Gerakan Nasional Non Tunai (Biro Komunikasi Publik, 2019).

Kehadiran e-toll sebagai respon untuk mengurangi kemacetan menuju dan keluar tol. Kemacetan di jalan tol timbul karena volume kendaraan yang terus meningkat yang tidak dibarengi dengan pembangunan jalan yang memadai, sehingga menyebabkan ruas jalan sangat padat. Hal tersebut berimbas pada penumpukan kendaraan yang ingin menggunakan jalan tol termasuk di gerbang atau pintu tol akibat proses pembayaran yang harus dilakukan oleh setiap kendaraan yang ingin memasuki jalan tol. Antrian kendaraan yang terlihat pada setiap gerbang tol menjadi pemacu pemerintah untuk menghadirkan inovasi sebagai jalan keluar yang terbaik dan dapat mempermudah proses transaksi pembayaran tol. Untuk menjawab permasalahan tersebut, PT Jasa Marga dengan perusahaan tol lainnya bersama bank-bank terkait mengadakan tender terpilih menjadi mitra dalam meluncurkan layanan pembayaran tol terbaru yang menggunakan sistem pembayaran nontunai (e-toll). Layanan ini digunakan di beberapa ruas jalan tol baik di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) maupun ruas jalan tol lainnya.

Untuk tahap awal, PT Jasa Marga menyediakan beberapa Gerbang Tol Otomatis (GTO) untuk pengguna tol yang memiliki e-toll card sebagai media transaksinya. Mulai 2017, PT Jasa Marga telah menerapkan awal kewajiban transaksi pembayaran tol nontunai di dua gerbang tol, yaitu Gayamsari dan Muktiharjo (Pujangga, 2017). Pengguna jalan yang ingin melewati gerbang tol tersebut diwajibkan untuk melakukan pembayaran nontunai dengan menggunakan e-toll card. Selanjutnya, diberlakukan di gerbang tol Tembalang dan Manyaran. Bagi yang belum memiliki e-toll card, dapat menggunakan Gerbang Tol Reguler (GTR) dengan metode pembayaran tunai. Namun sejak 31 Oktober 2017, seluruh gerbang toll milik Jasa Marga sudah diwajibkan menggunakan 100% pembayaran nontunai atau e-toll (Hutauruk, 2017). Keberadaan kartu e-toll sebagai alat pembayaran tol membuat pelanggan tidak perlu melakukan pembayaran tol dengan uang tunai. Cukup dengan menempelkan e-toll card pada mesin reader yang sudah disediakan di gerbang tol, pengguna sudah bisa masuk dan menggunakan jalan tol.

Namun demikian, implementasi e-toll sebagai salah satu layanan transaksi pembayaran tol secara elektronik tidak selalu berjalan mulus. Mulai dari awal diberlakukan, telah timbul sejumlah permasalahan dari segi teknis dan nonteknis, antara lain: (a) mesin reader kurang responsif membaca kartu dan adanya kartu kedaluwarsa yang mengakibatkan lambatnya proses transaksi pembayaran pada mesin reader (Ravel, 2017b); (b) beberapa posisi mesin reader yang terlalu tinggi dan jauh bagi pengemudi, apalagi ditambah dengan ground clearance mobil yang juga pendek (Ravel, 2017a); (c) saldo e-toll terpotong dua kali, sebagaimana rekaman video yang beredar di media sosial bahwa Rama Soegianto mengaku saldo e-money miliknya terpotong dua kali di gerbang tol Cililitan, Jakarta Timur (Rahma, 2018); (d) kesulitan melakukan isi ulang e-toll karena jaringan electronic data capture (EDC), atau pemilik kartu maupun petugas kurang paham (Rianto, 2017); (e) berlakunya limit saldo e-toll card apabila dalam waktu 12 bulan (satu tahun) kartu tidak digunakan untuk transaksi, sehingga pemegang e-toll card akan dikenakan biaya administrasi Rp10 ribu (Humaerah, 2013).

Penggunaan e-toll juga mengurangi biaya operasional karena hanya diperlukan biaya untuk mengumpulkan, menyetor, dan memindahkan uang tunai dari dan ke bank. Selain menjadi langkah awal dalam modernisasi pengumpulan uang, penggunaan e-toll juga dimaksudkan untuk mengurangi pelanggaran (moral hazard) karena petugas tol tidak menerima pembayaran secara langsung. E-toll Card yang menggunakan sistem pembayaran elektronik sebagai salah satu cara untuk melakukan transaksi pembayaran tarif tol. Electronic Toll Collection (ETC) adalah sistem pembayaran elektronik otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi waktu transaksi di pintu gerbang tol (Humaerah, 2013) sehingga dapat mengurangi antrian kendaraan. Sistem ETC merupakan suatu sistem yang kompleks karena tidak hanya melibatkan penggunaan aplikasi-aplikasi perangkat lunak, tetapi juga melibatkan penggunaan perangkat keras yang semuanya dikendalikan secara otomatis.

Melalui e-toll card, para pengguna jalan tol tidak perlu repot membayar dengan uang tunai seperti yang biasa dilakukan. Melainkan cukup dengan menggunakan sistem touch and pass. Dengan sistem touch and pass, pemilik e-toll card hanya perlu menyentuhkan kartunya pada tempat sensor kartu yang telah disediakan pada setiap gerbang tol. Hasil sensor tersebut akan secara otomatis langsung memotong nilai debit pada rekening bank e-toll card. Pemilik kartu tidak perlu repot mengeluarkan uang tunai dan menunggu kembalian pembayaran. Layanan terhadap penggunaan e-toll melalui pengembangan layanan Gerbang Tol Otomatis (GTO) dinilai dapat memberikan kecepatan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi pembayaran tol. Waktu transaksi di gardu tol akan lebih cepat dan efisien tanpa harus berinteraksi dengan petugas tol. Bahkan, pengemudi tidak perlu menghentikan kendaraan dalam waktu lama pada saat melakukan transaksi pembayaran tol dengan e-toll card. Namun, cukup memperlambat kecepatan mobilnya. Sebaliknya, jika transaksi di gardu tol dilakukan dengan sistem terbuka, maka pembayaran dengan uang tunai membutuhkan waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, dengan menggunakan e-toll card diharapkan dapat mempercepat proses transaksi pembayaran tarif tol.

Di sisi lain terdapat pula beberapa dampak yang muncul akibat implementasi pembayaran tol melalui e-toll card adalah reader dan chip e-toll tidak berfungsi, terjadinya pengurangan pegawai (PHK) akibat sudah tergantikan oleh mesin, dan saldo dalam e-toll yang tidak bisa diuangkan kembali. 1) Reader dan chip e-toll tidak berfungsi. Penggunaan e-toll juga sangat dipengaruhi oleh sistem tap pada mesin reader. Beberapa pengguna sering mengeluhkan reader dan chip pada e-toll card tidak berfungsi. Sehingga, membuat para pengguna jalan tol merasa kesulitan menggunakan e-toll card karena tidak berfungsinya alat pembaca (reader) dan chip pada e-toll card tersebut (Fauzi, 2017). Pembayaran yang terdapat di e-toll card pun menggunakan sistem prabayar yang berarti para pengguna atau nasabah harus mengisikan sejumlah nominal agar dapat menggunakanannya sesuai kebutuhan. Namun, dengan adanya e-toll tersebut sangat memudahkan dalam bertransaksi di Gerbang Tol Otomatis (GTO). Dengan demikian, cenderung tidak akan terjadi kemacetan, meningkatkan layanan yang efektif dan efisien serta aman dan nyaman bagi pengguna jalan tol. Akan tetapi, sangat disayangkan apabila e-toll card mengalami kerusakan. Karena akan mengakibatkan masyarakat sulit untuk mengakses kartu tersebut. Bahkan, setiap barang yang bersifat elektronik akan ada saatnya rusak atau error. Ditambah lagi dari segi kendala teknis, layanan e-toll masih berpotensi mengakibatkan kemacetan di gerbang tol. Apabila terjadi e-toll card kurang saldo, para pengendara lupa membawa atau belum memiliki e-toll card atau mesin reader yang rusak. 2) Pengurangan karyawan. Pada poin pertama merupakan permasalahan dari sisi keuntungan serta kerugian penggunaan e-toll. Namun, ada dampak negatif yang harus segera diatasi akibat penggunaan e-toll. Penyediaan layanan transaksi pembayaran tol nontunai yang diterapkan secara menyeluruh di Indonesia oleh pemerintah berpotensi pada pengurangan karyawan yang bertugas di gerbang tol. Menurut Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), akan ada sekitar 10.000- 11.000 karyawan yang betugas di gerbang tol yang berpotensi di-PHK (Rura, 2017). Para petugas di gerbang tol akan dipulangkan dan digantikan oleh sistem uang elektronik atau e-toll. Selain itu, perlu diketahui bahwa sebelum diberlakukannya e-toll, banyak masyarakat yang menolak terutama para pekerja buruh yang mengaku keberatan karena adanya sistem baru tersebut. 3) Saldo tidak dapat diuangkan kembali. Secara tidak langsung, layanan e-toll juga dianggap merugikan konsumen. Konsumen dipaksa investasi pada e-toll card dengan limit saldo yang telah ditentukan. Bahkan, jika terjadi kehilangan e-toll card tidak dapat diganti dengan kartu yang baru. Selain itu, sisa saldo yang ada di e-toll card tidak dapat diuangkan kembali (refund) dan hanya dapat digunakan pada merchant-merchant tertentu.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 + 4 =