PENGARUH OPINI MASYARAKAT MELALUI MEDIA MASSA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA

Dideklarasikan dalam Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwasanya negara Indonesia ini berdiri berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), yang mana sebagaimana kita ketahui bahwasannya hukum mengatur secara tegas apa yang harus dilakukan dan atau apa yang tidak boleh dilakukan. Masyarakat yang dinamis mengakibatkan cepat terjadinya perubahan kondisi sosial masyarakat yang mana pasti memiliki dampak positif dan negatif terutama mengenai hal yang berhubungan dengan peningkatan tindak pidana yang kian hari semakin meningkat.

Dalam perkembangan teknologi media masa berkembang dengan begitu cepat, terlebih lagi dengan ditemukannya televisi, facebook, blog, twitter dan masih banyak lagi. Pada masa reformasi dimana sejak tahun 1998 pers atau media masa berkembang dengan adanya kebebasan pers, bahkan pada tahun 1999 dibentuk undang – undang yang mana mengatur tentang kebebasan pers yaitu Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pada beberapa kasus pers atau media memiliki pengaruh besar terhadap putusan hakim karen didalamnya temuat banyak opini publik dengan banyak pemikiran untuk kasus tersebut. Pada hal ini, media berperan aktif sebagai alat kontrol sosial dan mampu mempengaruhi putusan hakim bagi beberapa kasus. Salah satu kasus yang sering menjadi trending topik di media sosial yaitu mengenai kasus korupsi, yang mana kasus ini seperti tidak memiliki ujung.

Korupsi merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang mana kekuasaan tesebut diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi ataupun kelompok yang mana tindakan tersebut merugikan bagi kepentingan umum. Kasus tindak pidana korupsi sulit diungkapkan karena disini pelaku menggunakan sarana dan prasarana yang canggih dan dalam pelaksanannya biasannya dilakukan oleh lebih dari satu orang. Menurut hasil survey Transparency Internasional Indonesia (TII) dengan jelas menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat kasus korupsi terbanyak nomor 113 di kawasan Asia.

Dalam beberapa kasus seperti ini, media masa memang memiliki peran penting sebagai kontrol masyarakat, akan tetapi perlu diketahui bahwa media seperti dua mata pisau yang mana satu sisi berperan dalam memberantas kasus akan tetapi disisi lainnya media juga sering mengesampingkan asas praduga tak bersalah. Banyak media yang seringkali menyebarkan berita dengan minimnya informasi serta fakta yang ada, sehingga menggiring opini masyarakat utuk berpendapat dengan andai – andai atau tanpa dilandaskan fakta konkrit didalamnya, sehingga dalam hal ini mengakibatkan terus terdesaknya pendapat dan putusan pengadilan atas kasus tersebut dan dalam opini – opini yang ada tesebut seringkali tersangka dipojokkan dan harus dihukum dan dinilai pasti bersalah, padahal belum diketahui bagaimana keadaan semestinya. Pada pemasalahan ini mengakibatkan timbulnya pertanyaan, apakah hakim harus menjatuhkan hukuman yang mana apabila telah dibuktikan dalam proses pengadilan bahwa terdakwa tidak bersalah, bagaimanakah pengaruh media massa terhadap putusan hakim.

Jenis media massa yang mana ditujukan pasda khalayak ramai yang tersebar diberbagai tempat serta bersifat heterogen dan anonim, disampaikan melalui media cetak atau media elektronik sehingga segala informasi yang ada mampu diterima serentak oleh masyarakat, hal tersebut merupakan definisi dari media massa. Media massa memiliki kegunaan sebagai media penyampai informasi dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, hiburan dan bahkan mampu menjadi kontrol sosial yang kuat, hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yang berbunyi “Fungsi Pers Nasional adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, serta dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.”

Dalam pemanfaatan media massa, baik melalui media cetak ataupun melalui media elektronik guna pemberantasan kasus tindak pidana korupsi ini dapat melalui beberapa cara, diantaranya yaitu:

  1. dengan adana informasi yang faktual
  2. pemberitahuan mengenai berbagai permasalahan yang berhubungan dengan perilaku korupsi
  3. mengungkap serta melaporkan kasus korupsi dan bagaimana cara operasinya praktik korupsi
  4. secara objektif memantau berbagai laporan korupsi ke berbagai tingkat pemerintahan dan lembaga penegak hukum
  5. laporan penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum pada tahap penyidikan, penuntutan hingga persidangan

Mengenai peranan pers ataupun media massa ini dituangkan dalam Pasal 6 Undang – Undang Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mana dijelaskan bawasannya Pers Nasional dapat melaksanakan perannya yaitu untuk:

  1. memenuhi hak manusia untuk mengetahui
  2. menjunjung nilai – nilai demokrasi serta membantu mewujudkan supremasi hukum dan hak asasi manusia dan untuk menghormati kebhinekaan
  3. memperluas opini publik berlandaskan informasi yang akurat dan jujur
  4. melaksanakan pemeriksaan, kritik, pembenahan dan komentar terhadap isu yang berhubungan dengan kepentingan umum
  5. berjuang demi keadilan dan kebenaran

Proses peradilan pidana merupakan sebuah sapek penting dalam penegakan hukum pidana yang mana merupakan satu rangkaian yang menggambarkan peristiwa yang terlaksana secara teratur, mulai dari penyidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, putusan hakim, dipidana, hingga akhirnya kembali bebas ke masyarakat. Salah satu faktor penting yang harus selalu diperhatikan dalam sistem peradilan pidana yaitu adanya independensi peradilan yang merupakan syarat bagi penerapan prinsip – prinsip acara peradilan yang adil. Crime control model adalah suatu proses yang memberikan kesempatan pihak – pihak yang tergabung dalam sistem peradilan pidana guna mencari fakta dengan penekanan yang belih besar pada efisiensi dan penghormatan. Sedangkan due process model memberikan peluang kepada pihak – pihak yang tergabung dalam sistem peradilan pidana guna mencari kebenaran dengan menekankan efisiensi, dan menghormati asas praduga tak bersalah. Selain itu juga ada Family model, dalam hal ini dimana pelaku dan korban disatukan dalam satu keluarga dan masing – masing kasus diselesaikan dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan sehingga pelaku mempunyai kemampuan untuk introspeksi diri, dan yang selanjutnya ada pula Pengayoman model, yaitu dimana semua pihak harus dilindungi serta harus bertanggung jawab dan selalu mencari solusi yang terbaik, begitu pula hukum harus dijunjung tinggi serta proses pidana harus diumumkan atau transparan.

Media massa sebagai sarana yang bersifat non-penal juga memiliki peran sebagai salah satu upaya penangulangan tindak pidana korupsi, dimana dalam hal ini dapat digunakan sebagai sarana pendorong bekerjanya sarana penal agar lebih efektif. Dalam hal tindak pidana korupsi, peranan media massa yaitu guna menyampaikan informasi kepada khalayak umum mengenai penanganan penegakan hukum tindak pidana korupsi, sehingga dapat diketahui mengenai informasi – informasi ini oleh masyarakat dengan lebih cepat tanpa harus diadakannya pertemuan tatap muka. Media massa sebagai kekuatan yang strategis dalam menyebarkan informasi tersebut merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam membentuk sikap dan norma sosial daripada suatu masyarakat. Dengan adanya media massa yang dari waktu ke waktu kian berkembang, media massa ini dinilai memiliki peran sentral dalam menentukan baik dan buruknya seseorang atau lembaga terlebih dengan bebasnya opini publik, hal ini juga ada korelasinya dengan para wartawan yang baik menciptakan pencitraan. Faktanya wartawan lebih memiliki power yang baik dibandingkan legislatif, karena berita atau informasi yang dibawa dan disebarluaskan oleh wartawan ini akan dengan mudah memengaruhi kebijakan pemerintah dan juga masyarakat.

Pada saat diskusi pers dengan topik Peran Pers dalam Pemberantasan Korupsi yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Agrica, Fakultas Peternakan Universitas Jendaral Soedirman dijelaskan bahwasannya berdasarkan penilaian investigasi pemerintahan PSKK UGM mengenai tingkat keyakinan lembaga dalam pemberantasan korupsi media massa menempati posisi pertama dengan 45,6% dan diyakini akan terus meningkat dari waktu ke waktu, presentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan organisai lain seperti LSM, Kepala daerah, DPRD, Kejaksaan dan Kepolisian. Dalam hal ini kepolisian yang mana notabennya sebagai lembaga penegak hukum hanya mendapatkan 22,13% dari keseluruhan hasil survey, nilai ini berbanding jauh dibandingkan dengan pers yang mana dalam kaitannya sebagai media informasi yang berkaitan dengan KPK dan bersifat obyektif dan berimbang.

Apabila dilihat dinamika agenda yang ada, nampaknya penggunaan media massa untuk memberantas praktik tindak pidana korupsi sekaligus mencerminkan hubungan baik antara media, agenda pengambilan kebijakan dan agenda publik sangatlah efektif dan efisien. Adanya interaksi tersebut dapat dilihat dengan adanya tanggung jawab pers untuk memberitakan hal – hal yang menjadi perhatian dalam masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari kaitannya dengan interaksi pers dan pemerintah atau lembaga. Anggapan bahwa pemerintah merupakan lembaga yang juga berfungsi membimbing kehidupan jurnalistik berpengaruh besar terhadap gaya hidup jurnalistik di negara yang bersangkutan, bahkan dalam sistem pers di Indonesia sering disebutkan bahwa hubungan tersebut tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena ini merupakan bagian dari hubungan yang digambarkan dalam cita – cita terwujudnya interaksi antara pemerintah, pers dan masyarakat.

Belakangan ini kejahatan tindak pidana korupsi selalu menarik perhatian bagi sebagain media, hal ini diperngaruhi dengan adanya dua faktor yang saling bergantung satu sama lain yaitu, yang pertama karena hukum saat ini berada pada era tekonologi informasi dan komunikasi, sehingga hampir tidak mungkin untuk memisahkan antara kehidupan hukum dengan media massa. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus berperan aktif dalam menarik partisipasi pers dalam pemberantasan kejahatan yang mana termasuk di dalamnya kejahatan korupsi. Ke dua, hukum yang berupa tindakan dan pernyataan aktor publik pada umumnya selalu mempunyai nilai berita meskipun peristiwa hukum yang terjadi hanya sekedar peristiwa biasa. Pemberitaan peristiwa hukum cenderung lebih kompleks dibandingkan pemberitaan dalam bidang kehidupan lainnya, akan tetapi disatu sisi pemberitaan mengenai undang – undang cenderung membentuk opini publik yang mana diharapkan baik oleh aparat penegak hukum maupun jurnalis. Dengan ini, keputusan menghukum pelaku tindak pidana korupsi akan memengaruhi sikap dari masyarakat terhadap perbuatan yang dilakukan terdakwa, terlebih dalam komunikasi politik dimana aspek pembentukan opini publik memang menjadi tujuan utama.

Sebagaimana kita ketahui bahwasannya ciri negara hukum adalah apabila setiap orang didalamnya memiliki kedudukan yang sama dimata hukum. Jika melihat dari sisi mengenai opini publik, memang tidak semua opini yang ada dalam masyarakat dapat diterima secara langsung untuk dijadikan sebagai kebijakan publik, akan tetapi segala opini yang ada dengan didasarkan atas fakta dan asumsi dapat memengaruhi lini lainnya dalam pemenuhan kebijakan terutama pada upaya penegakan hukum di Indonesia. Dalam proses penegakan hukum, aparat penegak hukum (APH) selalu mempunyai keraguan atau ketidakpastian mengenai apakah penegakan hukum antara satu sisi dengan sisi lainnya bertentangan dengan perlawanan yang terus menerus dengan melalui pembentukan opini publik, hal ini kemudia memicu persoalan yang kemudian muncul yaitu apakah kekuatan hukum dan ketertiban akan dikorbankan oleh kekuatan opini publik yang dilakukan para pelaku.

Opini publik merupakan sekumpulan pendapat yang mayoritas atau pedapat yang bersifat umum, akan tetapi meski demikian opini publik ini bukanlah pendapat yang dapat dihitung secara numerik. Dengan adanya kasus yang sebenarnya tidak begitu penting akan tetapi kasus tersebut telah tersebar luas ke media di Indonesia hal ini sangatlah pintar dan mudah untuk mengundang adanya opini publik yang muncul kedepannya. Seperti yang kita ketahui bahwasannya opini publik dapat dengan mudah dibentuk, direncanakan bahkan dimanipulasi dengan terus menerus dilakukannya kegiatan penyebaran informasi, propaganda dan perikalanan. Opini publik dapat dengan mudah memengaruhi politik dan sistem politik atau sebaliknya, hal ini erat kaitanya dengan opini publik nasional, yang mana opini publik negara ini tiak lepas dari struktur kekuasaan.

Pada dasarnya dari segi kapasitas, peran opini publik nasional di Indoensia sangatlah penting, jika melihat bedasarkan analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya bentuk opini publik yang berkaitan dengan proses penegakan hukum terbagi menjadi dua jenis, yaitu opini publik langsung dan tidak langsung, dalam hal ini pengaruh positifnya terletak pada tingkat kecermatan dan kewaspadaan dalam menelaah fakta hukum serta nilai – nilai keadilan yang ada di masyarakat dan juga memotivasi aparat penegak hukum untuk menyelesaikan perkara secara profesional. Sedangkan dampak negatif yang ada ini berasal dari bentuk – bentuk ekspresi masyarakat tertentu yang terkadang dapat mengahambat proses penegaka hukum dikarenakan terus menghasilkan tekaan pada selesainya proses penegakan hukum.

Kebijakan hukum seringkali timbul dan diperlukan karena sifat yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat yang dinamis dan terus berjalan di tengah arus interaksi sosial global, perilaku yang dihasilkan pun harus dibatasi dan diatur melalui serangkaian aturan hukum yang ada. Namun dalam dinamikanya, pembentukan kebijakan hukum seringkali terkendala oleh perbedaan perspektif hukum dikalangan ahli hukum dan pembentukan undang – undang, oleh karena itu dalam hal ini nampaknya perlu adanya peran aktif dari masyarakat dalam penyampaian gagasan melalui opini.

link video pembahasan: https://youtu.be/yKI23GEvzR8

Ahmad, K. (2017). Batasan Penerapan Asas Persidangan Terbuka untuk Umum dalam Siaran Persidangan Pidana oleh Media. Jurnal Hukum Ius Qua Iustum, 24(3), 488-505.

Akbar, K. (2011). Pengaruh Media Massa terhadap Proses Peradilan Pidana dalam Kasus Pencurian Kakao oleh Minah. Pandecta Research Law Journal, 6(2).

Budiyono, B. (2013). Pemanfaatan Media Massa Oleh Penegak Hukum Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi. Perspektif, 18(1), 1-13.

Jamil, A., Cahaya, S., & Kusuma, T. C. (2022). Pengaruh Opini Publik terhadap Kebijakan Hukum di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(5), 8264-8270.

Mardiana, M. (2018). Pengaruh Media Sosial Terhadap Tingkat Pidana Narkotika di Sulawesi Tenggara. Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(2), 109-122.

Mardiansyah, A. (2018). PENGARUH MEDIA MASSA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (THE EFFECT OF MASS MEDIA CONCERNING COURT DECISIONS ON CORRUPTION CASES). Jurnal Legislasi Indonesia, 12(1).

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 48 = 52