Kemanusiaan di Era Digital: Meningkatkan Literasi Digital UntukMenjembatani Kesenjangan

Di era digital saat ini, ada dua generasi yang berbeda dengan kekhususan masing-masing.
Menurut Prensky (2001), perbedaan generasi tersebut disebut sebagai digital native dan digital
immigrant. Digital native atau penduduk asli digital adalah mereka yang lahir setelah tahun 1980,
yang selalu dikelilingi oleh teknologi digital seperti komputer, video game, pemutar musik digital,
kamera video, telepon seluler, dan mainan digital lainnya. Sementara digital immigrant adalah
orang-orang yang lahir sebelum tahun 1980 dan tidak tumbuh di era digital, sehingga memerlukan
adaptasi dengan teknologi dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, tidak semua individu dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan
teknologi digital. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan digital yang melibatkan berbagai
faktor seperti kesenjangan sosial ekonomi, lokasi geografis, usia, ras, dan gender. Kesenjangan ini
membatasi akses terhadap sumber daya pendidikan, kesempatan kerja, layanan penting, dan
keterlibatan dalam masyarakat. Kesenjangan digital juga terjadi di Indonesia, bukan hanya dari
segi infrastruktur, tetapi juga kurangnya keterampilan terkait konten digital. Kurangnya motivasi
dan terbatasnya akses akibat kesenjangan sosial menjadi penyebab kesenjangan digital di
Indonesia. Selain itu, kurangnya keterampilan dan perbedaan frekuensi serta akses terhadap
aplikasi digital semakin memperburuk kesenjangan digital.

Untuk mengurangi kesenjangan digital antar individu di Indonesia, terdapat beberapa
program yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Program ini meliputi pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia di bidang digital, seperti literasi digital, keterampilan digital
tingkat menengah dan lanjutan, serta program untuk mendukung perkembangan UMKM melalui
teknologi digital. Selain program pemerintah, upaya informal juga dilakukan oleh masyarakat
dengan dukungan pemerintah daerah dan sektor swasta. Upaya ini meliputi pendirian kampung-
kampung cyber, program CSR dari perusahaan seperti Microsoft, pendirian pusat digital, relawan
TIK, jaringan pegiat literasi digital, pengembangan smart city, dan berbagai program dari start-up
lokal, nasional, NGO, atau pemerintah daerah lainnya.

Semua solusi dan upaya yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan akses kepemilikan
serta mengatasi permasalahan keterampilan dan frekuensi akses yang tidak merata. Sebagai digital
native, kita memiliki tanggung jawab sosial untuk menjembatani kesenjangan digital di wilayah
masing-masing. Diharapkan dengan adanya pelatihan dan pengembangan sumber daya digital
native, akan muncul modal sosial yang dapat mengembangkan sektor mereka melalui teknologi
digital.

DAFTAR PUSTAKA
Haniko, P., Sappaile, B. I., Gani, I. P., Sitopu, J. W., Junaidi, A., Sofyan, & Cahyono, D. (2023).
Menjembatani Kesenjangan Digital: Memberikan Akses ke Teknologi, Pelatihan,
Dukungan, dan Peluang untuk Inklusi Digital. Jurnal Pengabdian West Sciene, 306-315.
Jayanthi, R., & Dinaseviani, A. (2022). Kesenjangan Digital dan Solusi yang Diterapkan di
Indonesia selama Pandemi Covid-19. Jurnal IPTEK-KOM (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Komunikasi), 187-200.
M.Ag., P. D. (2019). DIGITAL NATIVE DAN DIGITAL IMMIGRANT. ResearchGate.
Silvana, H., & Cecep. (n.d.). PENDIDIKAN LITERASI DIGITAL DI KALANGAN USIA
MUDA DI KOTA BANDUNG. PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan, 146-156.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 4 = 5