HUBUNGAN RENDAHNYA LITERASI DIGITAL TERHADAP TINGKAT LITERASI BACA

Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat di abad ke-21 telah menciptakan banyak perubahan dan tantangan sosial. Era Revolusi 4.0 telah bergeser ke era Masyarakat Super Cerdas 5.0, yang pertama kali diperkenalkan oleh Negara Jepang pada tahun 2019. Hal ini dapat ditemukan dalam lingkungan sekitar kita, penggunaan telepon genggam, tablet, laptop, komputer, bahkan penggunaan AI/Artificial intelligence (Kecerdasan buatan), untuk membantu ketepatan dan mempermudah setiap komunikasi dan pekerjaan kita, termasuk dalam ranah Pendidikan. Karenanya dibutuhkan kemampuan untuk memahami, menyaring dan menggunakan informasi yang didapatkan dari berbagai sumber secara akurat. Inilah yang sering disebut sebagai Literasi Digital.

Secara sederhana literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, makna literasi tidak hanya menjelaskan tentang membaca dan menulis, tapi juga dapat disandingkan dengan berbagai macam hal yang searah dengan adanya perkembangan, seperti literasi informasi, literasi media, literasi komputer, dan literasi mata pelajaran.  Dengan demikian, makna literasi berkembang dari sederhana menjadi lebih kompleks. Termasuk dalam hubungannya terhadap era digital saat ini. Budaya literasi khususnya minat membaca, memiliki peran penting, karna hal itu adalah hasil dari kegiatan membaca dan menulis. Terutama di era distrupsi saat ini, literasi adalah kunci dalam meningkatkan sumber daya masyarakat. Sebuah negara dengan peringkat literasi yang tinggi dapat berkompetisi di kancah internasional, terutama pada bidang sains dan teknologi.

Hal itu terbukti dari perbandingan skor PISA, negara dengan skor PISA tinggi biasanya adalah negara dengan peringkat minat baca yang tinggi juga, sedangkan negara dengan skor PISA rendah, memiliki minat baca yang rendah pula.  PISA mendefinisikan kemampuan membaca sebagai “kemampuan memahami, menggunakan, dan merefleksikan teks untuk mencapai tujuan tertentu, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi dalam masyarakat”. Terlihat dari laporan Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), pelajar Indonesia memperoleh skor kemampuan membaca 359 poin, jauh di bawah skor rata-rata negara anggota OECD yang kisarannya 472-480 poin. Dilansir dari data UNESCO, hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Hal itu berarti, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka dan aktif membaca. Berbeda dengan negara tetangga. Singapura, memiliki skor PISA 543 dalam kemampuan membaca dan menjadi peringkat pertama. Tidak heran jika negara tersebut berkembang pesat dan termasuk sebagai salah satu negara maju.

Singkatnya jika seorang individu atau sekelompok masyarakat tidak memiliki kemampuan literasi yang cukup, maka yang akan terjadi adalah rendahnya kemampuan memahami dan perkembangan pengetahuan sehingga menyebabkan kerugian. Terutama jika hal ini menyangkut mengenai Literasi digital. Rendahnya tingkat Literasi digital di Indonesia merupakan akibat dari rendahnya kecakapan dasar literasi. Misalnya, adanya sifat malas terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi yang kemudian berdampak pada ketertinggalan dan keterbelakangan pemikiran, bebasnya akses yang tersedia di era digital malah menimbulkan tindak kejahatan, kecanduan dan permasalahan lainnya. Maraknya kasus hoax, praktik hacking, skimming, data forgery, phishing, OTP-Fraud, cyberbullying dan serangan ransomware, di Indonesia adalah bukti nyata bagaimana Tingkat Literasi Baca mempengaruhi Tingkat Literasi Digital.

Berikut Video penjelasan dan cara dalam Meningkatkan Tingkat Literasi Digital;

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 5 = 1