Santri Melek Digital; Implementasi Literasi Digital dalam Pendidikan Religius

Lahir dan berkembangnya teknologi digital yang menyeluruh menelusup ke dalam setiap aspek menjadi sebuah hal yang sangat krusial dan kompleks. Karena teknologi digital ini tidak hanya membawa dampak baik saja, melainkan di dalamnya banyak sekali hal-hal yang kontoversial, dan hadirnya teknologi digital ini juga menghampiri dunia pendidikan religi seperti pesantren. Seperti yang kita ketahui, pesantren cukup terkenal dengan beribu aturan ketat dan agamis, bahkan di beberapa pesantren tradisional tidak mengizinkan santrinya membawa handphone. Strick nya pesantren ini juga menimbulkan keterkekangan pada santri dalam mengakses dunia digital, dan hal ini akan menyebabkan masalah seperti kurangnya keterampilan literasi digital pada santri, rawan termakan berita-berita hoax, dan lain sebagainya.

Oleh karenanya dalam artikel kali ini, saya ingin sedikit membahas mengenai pentingnya santri dalam mempelajari dan memahami dunia digital. Waktu sudah membawa kita semua kepada zaman yang serba canggih, dan mau tidak mau kita sebagai objek pelaku zaman harus bisa mengikuti perkembangan tersebut agar tidak tertinggal. Begitupun dengan santri. Meleknya santri pada dunia digital bukan berarti membawanya pada kebebasan atau liberalisme yang tidak bermoral dan melanggar aturan-aturan agama. Pada tahun yang serba canggih ini malah seharusnya santri bisa menjadikan dunia digital sebagai sarana berbagi informasi baik atau berdakwah.

Tidak dipungkiri juga, telah banyak pesantren-pesantren yang sudah mulai menerapkan literasi digital kepada para santrinya. Seperti halnya mereka tidak lagi hanya berfokus pada mempelajari al-kutub al-sofro ‘kitab kuning’ sebagai kitab induk pesantren (turast), tetapi juga al-kutub al-baidho’ ‘buku putih’ , majalah, dan koran. Hal ini menunjukan adanya keterbukaan pesantren terhadap keilmuan kontemporer yang progresif dan perangkat pembelajarannya yang mulai modern. (Abu Yazid, 2018)

Literasi digital sebagai perubahan dan transformasi pada model pendidikan pesantren membawa arah baru literasi dimana para santri bisa secara bebas mengakses informasi baik berupa berita, e-book, jurnal, video tutorial, dan lain sebagainya. Namun perlu dijelaskan bahwa hadirnya literasi digital di pesantren ini masih menjadi hal yang baru dimana tidak semua pesantren memiliki kebijakan yang sama, seperti yang sudah saya singgung sebelumnya. Perubahan ini menjadi pembelajaran penting dalam kajian kepesantrenan yang di sebutkan oleh Yazid bahwa pesantren berusaha membuka diri dengan teknologi dan dunia luar.

Pada poin pentingnya literasi digital, transformasi literasi pesantren yang progressive memang perlu disambut untuk perluasan pengetahuan santri, tetapi literasi ini juga perlu untuk diantisipasi dan dibina. Hal ini memperhatikan bahwa tidak semua informasi dalam literasi digital sejalan dengan nilai-nilai keislaman pesantren yang mengedepankan pandangan Islam moderat (tawasut). Pada literasi digital marak juga konten yang tidak sejalan dengan nilai-nilai pesantren. Literasi digital di pesantren memiliki titik pijak sebagai jembatan perjumpaan akademik antara santri dengan dunia luar pesantren serta memberikan kesempatan kepada santri untuk mengelola informasi sebanyak dan sebaik mungkin. Di sini, santri diberi kebebasan untuk memilih dan memilah literature apa saja yang akan mereka baca sebagai referensi pemahaman mereka terhadap kajian keislaman dan kepesantrenan. Akan tetapi literasi digital juga memiliki titik kritis, yaitu massifnya Islamisme, Hoax dan konservatifisme agama yang dibungkus dalam kajian popular keagamaan. Lebih lanjut, titik matinya literasi digital di pesantren adalah ketika santri tidak mampu mengelola dan memfilter diskursus keislaman yang ada, maka pada titik tertentu literasi digital akan lebih dominan dari pada literasi turast yang dikembangkan oleh pesantren. Nah disinilah peran pesantren untuk memberi dan membina para santrinya agar bisa selektif dalam menyikapi hal-hal yang ada pada dunia digital, keterampilan literasi harus di asah agar bisa membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Hal ini tentu merupakan suatu permasalahan yang tidak mudah, namun tuntutan zaman membuat dunia pesantren juga harus mempertimbangkannya.

Silvia Tri Noviyanti Tauhid

5112421001

Literasi Digital dan Kemanusiaan

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

74 − = 65