Society 5.0: Kesinabungan Teknologi dan Manusia di Masa Depan

Peradaban manusia sudah beberapa kali mengalami perubahan industri, sampai pada industri 4.0 yang mana kecanggihan teknologi tidak terkontrol. Keresahan tersebut menciptakan ide untuk menyempurnakan industri 4.0 yaitu Society 5.0. Gagasan tentang Society 5.0 pertama kali dicetuskan oleh mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada kesempatan konferensi internasional dalam pameran teknologi CeBIT (Centrum der Büroautomation und Informationstechnologie und Telekommunikation) di Hannover, Jerman pada Maret 2017. Kemudian, diluncurkan di Jepang pada tanggal 21 Januari 2019 dengan tujuan menciptakan tatanan masyarakat yang berpusat pada manusia (human–centered) dan berbasis teknologi (technology based).

Dalam masyarakat informasi masa lalu (Society 4.0), orang akan mengakses layanan cloud (database) di dunia maya melalui internet dan mencari, mengambil, dan menganalisis informasi atau data. Sementara itu, di Society 5.0, sejumlah besar informasi dari sensor di ruang fisik terakumulasi di dunia maya. Di dunia maya, data besar ini dianalisis oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dan hasil analisisnya diumpankan kembali ke manusia dalam ruang fisik dalam berbagai bentuk.

Dalam Society 5.0 dimana komponen utamanya adalah manusia yang mampu menciptakan nilai baru melalui perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi dikemudian hari. Tujuan dari era Society 5.0 adalah untuk mewujudkan masyarakat di mana orang menikmati hidup secara maksimal. Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi adalah tujuan utama, dan bukan untuk kemakmuran segelintir orang terpilih. Sesuai dengan konsep yang dicanangkan sejak awal, berbagai kegiatan telah dimulai di kalangan akademis Jepang dan industri. Dan, meskipun perkembangan teknologi terhadap manusia ini berasal dari Jepang, tujuannya bukan hanya untuk kemakmuran suatu negara saja. Kerangka kerja dan teknologi dikembangkan tanpa ragu yang akan berkontribusi untuk menyelesaikan masalah sosial tantangan di seluruh dunia.

Seperti era industri sebelum-sebelumnya, Society 5.0 juga berimbas pada bidang-bidang lain. Perkembangan teknologi ini otomatis akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti dunia kerja, industri, pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya. Sering dikatakan bahwa transformasi digital memiliki dampak drastis pada industri konvensional, dan juga meningkatkan kompleksitas sosial, dan beberapa aspek negatif dari masyarakat digital, seperti risiko keamanan dan masalah privasi, kini menjadi jelas.

Permasalah seperti banyaknya pengangguran akibat pekerjaan sudah diambil alih oleh teknologi canggih seperti di Jepang, memicu keresahan mengenai peran manusia dimasa depan. Tumpang tindih antara laju digitalisasi dunia hingga tidak siapnya tenaga kerja yang tersedia, bahkan bukan hanya diluar negeri didalam negeri pun hal tersebut menjadi tantangan yang sampai sekarang masih menjadi PR. Sebut saja kecerdasan buatan (artificial intelligence), robotika, blockchainnanotechnology, Internet of Things, 3D printing, mobil tanpa awak, dan seterusnya. SDM yang kompeten merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan transformasi di era digital ini.

Era industri 4.0 adalah masa dimana teknologi berkembang sangat cepat. Semua serba instan, dalam dunia pendidikan pun demikian. Pergeseran era memicu kebiasaan baru yang menjadikan pengajaran cara tradisional tidak lagi efektif dengan gaya siswa yang cenderung modern. Mudahnya informasi yang dapat diakses oleh siswa melalui sumber digital. Semakin banyak media yang diakses siswa, semakin banyak pula permasalahan yang disajikan untuk siswa setiap harian tanpa filter yang memadai. Karena itu penanaman menganai pola pikir kritis dan berfikir cepat harus dibangun sedini mungkin. Melansir survei kualitas pendidikan yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara (Makarim dalam Kasih (2020)). Hal ini menunjukkan sistem kurikulum pendidikan yang masih rendah dan terlalu terpaku pada administratif, serta tingkat kelemahan pemahaman guru akan literasi digital sangat tinggi. Kementerian Riset dan Teknologi (kemenristekdikti) juga menyatakan bahwa, perubahan konten kurikulum sangat diutamakan sekarang, semua prodi harus mulai memperkenalkan dan menguasai dasar yang berkaitan dengan teknologi, data, dan ‘humanity’ kepada para siswa. Maka dari itu, Indonesia harus mencontoh reformasi sistem pendidikan seperti yang dilakukan negara lain, agar siap menghadapi ancaman digitalisasi dan mampu bersaing secara global.

Untuk saat ini, SDM merupakan tantangan utama yang sedang dihadapi Indonesia. Pemeritah tentunya tidak bisa tinggal diam, tetapi harus mampu meningkatkan keterampilan SDM-nya agar bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan-pekerjaan baru itu. Sehingga mereka mampu berkembang, bersaing, dan tidak tertinggal oleh negara-negara lain yang teknologi dan SDM-nya terus mengalami kemajuan.

Berkembangnya teknologi digital dan akses informasi dapat membawa dampak buruk sekaligus peluang bagi generasi saat ini, maka literasi digital menjadi salah satu solusinya. Kemampuan literasi digital merupakan suatu keterampilan yang melibatkan keterampilan mengolah informasi dengan akurat dari berbagai sumber, keterampilan individu untuk bersosialisasi, memiliki pemikiran kritis sebagai salah satu kompetensi digital, serta berkomunikasi secara etis dengan orang lain dalam berbagai bentuk media. Empat pilar literasi ini penting bagi pengguna perangkat teknologi informasi dan komunikasi agar dapat menggunakannya secara aman, beretika, dan optimal, yakni digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. 

 Di New York, Amerika Serikat, telah memanfaatkan transformasi digital di bidang keamanan dengan cara menerapkan penggunaan Domain Awareness System (DAS) oleh para New York Police Department (NYPD). Dengan adanya aplikasi serta software yang dapat membantu tugas kepolisian New York dalam melacak kejahatan digital di sosial media maupun terorisme, menjadi lebih efisien. Sementara di Jepang, salah satu perwujudan keamanan digital yaitu sebuah teknologi dari perusahaan keamanan Jepang bernama ‘Secom’, berupa sebuah penjaga keamanan digital berbentuk robot, bertugas melakukan pendeteksi kejahatan dalam dunia maya maupun nyata.

Dapat disimpulkan, jika Society 5.0 adalah tahap penyempurnaan dari era industri sebelumnya. Dimana teknologi tidak akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan tangan manusia. Indonesia masih berjaung dalam membangun SDM yang bermutu yang dapat berperan penuh dalam perkembangan Society 5.0 dimasa mendatang. Namun, dewasa ini kesadaran mengenai teknologi dan manusia mulai berevolusi pelan-pelan dan mulai terbuka akan pentingnya mutu diri untuk keberlangsungan teknologi yang ada di Indonesia.

Link Youtube : https://youtu.be/lmJPO0Vd7cQ

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

81 + = 83