PENTINGNYA UU ITE DALAM PERMASALAHAN PENCEMARAN NAMA BAIK DAN PRANK DI MEDIA SOSIAL

   

Dinda Latifah Zahara

S1 Pendidikan Tata Busana, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Kampus Sekaran, Kec. Gn. Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah 50229

e-mail: dindalatifah974@students.unnes.ac.id

      ABSTRAK – Pencemaran nama baik merupakan sesuatu hal yang dilakukan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak untuk mengedarkan dan/atau mendistribusikan dan/atau membuat sesuatu agar dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dari media dokumen elektronik yang mempunyai beban atau isi dari pencemaran nama baik atau penghinaan (ITE, 2008). Menurut KBBI prank sebagai istilah asing yang diambil dari bahasa inggris yang memiliki arti sebagai suatu bentuk kekinian untuk kejenakaan, yang diadaptasi dari practical joke, dengan tujuan membuat seseorang merasa terjahili sehingga si pelaku mendapat kepuasan tersendiri dari perbuatan yang telah dilakukannya tadi (Yasa & Wiguna, 2021). Untuk memperdalam permasalahan pencemaran nama baik dan prank di media sosial maka diperlukan untuk analisis. Dalam analisis ini yang harus diketahui yaitu mendeskripsikan pencemaran nama baik dan prank. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya UU ITE dalam permasalahan pencemaran nama baik dan konten prank di media sosial. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum, baik dari hukum primer maupun hukum sekunder. Jenis pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-Undang (Statute Approach). Undang-undang yang menjadi objek penelitian ini yaitu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).  Yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah mengetahui solusi dalam permasalahan pencemaran nama baik dan prank di media sosial berdasarkan UU ITE.

Kata Kunci : UU ITE, pencemaran nama baik, prank

              ABSTRACT – Defamation is something that is done by everyone intentionally and without rights to circulate and/or distribute and/or make something so that electronic information can be accessed and/or from electronic document media that has the burden or content of defamation or insult. (ITE, 2008). According to KBBI, prank is a foreign term taken from English which has a meaning as a contemporary form of antics, which is adapted from a practical joke, with the aim of making someone feel bullied so that the perpetrator gets satisfaction from what he did earlier (Yasa & Wiguna, 2021). To deepen the problem of defamation and pranks on social media, analysis is needed. In this analysis what must be known is to describe defamation and prank. This study aims to determine the importance of UU ITE in the problem of defamation and prank content on social media. In this study, the normative research method was used, which was carried out by examining legal materials, both from primary law and secondary law. The type of approach used is the Statute Approach. The law that is the object of this research is the Electronic Information and Transaction Law (UU ITE). The result of this research is to find a solution to the problem of defamation and pranks on social media based on the ITE Law.

Keywords: ITE Law, defamation, prank

  1. PENDAHULUAN

Di era sekarang perkembangan globalisasi yang semakin pesat membawa berbagai dampak hampir di semua bidang kehidupan. Globalisasi sendiri tidak bisa dihindari oleh berbagai negara dan bangsa di dunia, termasuk negara Indonesia. Globalisasi merupakan keterkaitan antar manusia di dunia melalui perdagangan, perjalanan, investasi, budaya dan bentuk interaksi lainnya (Safitri, 2018). Seiring dengan perkembangan tersebut juga memberikan dampak pada kemajuan teknologi informasi. Di lingkungan masyarakat perkembangan teknologi informasi mampu mengubah pola hidup mereka menjadi lebih mudah karena kecanggihan dan daya kerjanya yang efektif dan efisien.

Pada awalnya eksistensi teknologi informasi hanya digunakan kalangan tertentu saja, namun saat ini hampir seluruh lapisan masyarakat sudah menggunakannya, baik dari instansi pemerintahan maupun swasta. Adapun dampak dari kemajuan teknologi informasi sangat dapat dirasakan di berbagai kalangan mulai dari dampak yang positif hingga negatif. Sehingga mengharuskan pemerintah untuk melakukan dan membentuk suatu pengaturan terkait dengan pengelolaan teknologi informasi hingga transaksi elektronik yang berbentuk peraturan perundang-undangan (Prastiwi et al., 2021).

Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan Nomor 11 Tahun 2008, yaitu undang-undang yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik atau teknologi informasi yang secara umum. Undang-undang ITE dibentuk berdasarkan atas asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad dan kebebasan dalam berteknologi. Dibentuknya UU ITE bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan perekonomian dan perdagangan nasional, meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam hal pelayanan publik, membuka kesempatan luas bagi setiap orang untuk memajukan ide dan kemampuannya dalam bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi, serta memberikan rasa aman, adil dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi (Wikipedia, 2022b).

Namun pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tidak jarang masih disalahgunakan oleh masyarakat di Indonesia bahkan dunia, terutama dalam pemanfaatan media sosial. Media sosial diibaratkan sudah menjadi teman hidup bagi kehidupan masyarakat masa kini, dimana segala keluh kesah mereka bagikan dalam media sosial melalui unggahan status, tautan berita, komunikasi chat, komunikasi video maupun audio. Media sosial merupakan sebuah platform digital dimana para penggunanya saling bertukar informasi, berkomunikasi, bersosialisasi, serta menciptakan dan membagikan konten foto, tulisan atau video tanpa dibatasi ruang dan waktu. Bentuk dari media sosial sangat beragam hingga yang terkenal saat ini yaitu Instagram, Tiktok, Twitter, Facebook, Youtube dan lain-lain (Prastiwi et al., 2021).

Dengan mengunggah konten di media sosial bisa menarik perhatian masyarakat untuk mengaksesnya dan tentunya bisa menjadi peluang mendapatkan keuntungan, bahkan bisa berdampak buruk dalam mengunggah suatu konten. Sehingga tidak heran jika ada konten yang kurang pantas atau layak tersebar dan dilihat oleh banyak orang. Akibatnya terjadilah peningkatan kasus pelanggaran UU ITE. Salah satunya pencemaran nama baik, yaitu suatu tindak pidana yang melawan hukum, karena penilaian terhadap tindakan tersebut sangat bergantung pada pihak yang terlibat dan hanya dapat diproses oleh pihak berwenang (Libera.id, 2019). Dilansir dari (Merdeka.com, 2021), dalam Webinar Peluncuran Riset ICJR Menngatur Ulang Kebijakan Pidana di Ruang Siber pada hari Rabu, 10 Maret 2021, Teguh Arifiadi selaku Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjabarkan bahwa dari hasil kajian Kominfo dan The Institute for Digital Law and Society (Tordilas) banyaknya kasus pelanggaran UU ITE tahun 2020, dari 193 putusan yang diunduh dan dianalisa oleh direktori putusan Mahkamah Agung, sebanyak 33% berkaitan dengan pasal 27 ayat 3 yaitu pencemaran nama baik, 21% berkaitan dengan pasal 27 ayat 2 yaitu ujaran kebencian dan 18% berkaitan dengan pasal 27 ayat 1 yaitu konten kesusilaan, serta sisanya berkaitan dengan tindak pidana akses ilegal, pemalsuan, pengancaman dan pemerasan.

Terdapat banyak kasus pencemaran nama baik di Indonesia, salah satunya kasus di tahun 2018 dan sempat viral yang dikutip dari berita (Libera.id, 2019), yaitu musisi Ahmad Dhani yang terjerat pasal 27 ayat 3 yang diduga melakukan pencemaran nama baik. Berawal dari terdakwa hendak menghadiri acara deklarasi 2019 Ganti Presiden di Surabaya pada 26 Agustus 2018 yang diadakan di Tugu Pahlawan, namun acara tersebut gagal akibat aksi demo warga menolak acara deklarasi. Yang mengakibatkan terdakwa terjebak dalam hotel, yang membuat terdakwa membuat sebuah konten video berisi permintaan maaf kepada massa aksi 2019 Ganti Presiden karena tidak bisa keluar hotel dan dalam konten tersebut ia mengucapkan kata idiot pada pengunjuk rasa yang sedang demo. Hal itulah yang menyebabkan Ahmad Dhani dilaporkan kelompok Koalisi Bela Negara ke Polda Jawa Timur pada 30 Agustus 2018 karena melakukan pencemaran nama baik dan ia divonis selama 1,5 tahun penjara.

Selain itu konten Youtube yang sempat menjadi trend yaitu konten prank. Prank atau lelucon meruapakan sebuah kegiatan yang diperankan oleh seorang atau beberapa orang yang menyebabkan korban kaget, heran dan tidak nyaman (Wikipedia, 2022a). Demi mendapatkan perhatian masyarakat maka konten yang dibuat harus menarik, lucu bahkan berbahaya. Meskipun prank tergolong lelucon tapi tidak sedikit yang merasakan dampak kerugian dari kegiatan ini. Seperti pada kasus prank sembako berisi sampah yang dilakukan oleh youtuber Ferdian Paleka dan rekannya di daerah Bandung, kemudian di Palembang prank daging berisi sampah, prank laporan kebakaran palsu di Solo, prank mabuk dan mengaku terpapar Covid-19, prank menghina orang lain dihadapan pasangan, prank pengeroyokan dan masih banyak lagi kasus prank yang menimbulkan polemik viewers, yang menilai bahwa konten tersebut tidak etis untuk diunggah dan dipertontonkan pada khalayak umum. Namun, ada banyak uga konten prank yang baik-baik saja atau memberikan dampak positif (Yasa & Wiguna, 2021).

Seperti kasus diatas dan perbuatan seseorang yang dapat dikatakan melakukan pelanggaran hukum dan dikenakan sanksi pidana apabila perbuatan seseorang atau pelaku telah melanggar ketentuan pidana yang ada yaitu menurut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya UU ITE dalam permasalahan pencemaran nama baik dan konten prank di media sosial.

  1. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini yaitu penelitian normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum, baik dari hukum primer maupun hukum sekunder. Jenis pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-Undang (Statute Approach). Undang-undang yang menjadi objek penelitian ini yaitu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen, penulis mencari informasi yang berkaitan dengan penelitian ini seperti perundang-undangan, artikel ilmiah, jurnal, berita dan lainnya. Informasi ini diperoleh dari hasil pencarian data secara online bukan dari hasil studi lapangan.

  1. HASIL DAN PEMBAHASAN
  2. Pencemaran Nama Baik

Menurut Pasal 23 Ayat 3 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pencemaran nama baik merupakan sesuatu hal yang dilakukan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak untuk mengedarkan dan/atau mendistribusikan dan/atau membuat sesuatu agar dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dari media dokumen elektronik yang mempunyai beban atau isi dari pencemaran nama baik atau penghinaan (ITE, 2008). Pencemaran nama baik yaitu perbuatan seseorang yang sengaja dilakukan membuat nama baik seseorang me jadi buruk atau tercemar yang menyebabkan pandangan buruk bagi orang yang menilainya, dimana seseorang yang awalnya memiliki reputasi baik menjadi rusak dihadapan publik akibat dari penghinaan seseorang tadi (Muthia & Arifin, 2019). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pencemaran nama baik diartikan sebagai suatu perbuatan menyerang nama baik atau kehormatan seseorang, dimana seseorang menganggap rendah harkat dan martabat orang lain tanpa rasa bersalah, sehingga orang lain merasa sudah dirugikan atau dicemarkan nama baiknya.

Pencemaran nama baik merupakan delik aduan, karena bisa dikatakan sebagai pencemaran nama baik apabila seseorang yang merasa namanya dicemarkan elaporkan pada pihak berwenang. Pencemaran nama baik juga menjadi salah satu kasus kejahatan dunia maya yang setiap tahunnya selalu meningkat dan banyak ditangani atau dilaporkan  ke pihak berwajib. Kasus ini biasanya dilakukan dengan sengaja oleh sesorang untuk menurunkan reputasi seseorang, yang dapat dilakukan secara tulisan maupun lisan.

Dalam menentukan adanya pencemaran nama baik atau penghinaan, konten dan konteks yang menjadi bagian penting hakikatnya ditentukan oleh yang bersangkutan atau orang yang sudah dirugikan. Dengan kata lain korban yang dapat menilai secara subjektif mengenai konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen ekektronik yang telah menyerang nama baiknya. Sementara konteks sebagai nilai objektif terhadap konten, artinya pemahaman mengenai konteks melingkupi gambaran mengenai suasan hati pelaku dan korban, yang mana diperlukan pendapat seorang ahli, seperti ahli psikologi, ahli bahasa dan ahli komunikasi (Auli, 2022).

Berdasarkan KUHP, konsep pencemaran nama baik dalam hukum pidana didasarkan pada 2 kemungkinan. Pertama, dalam KUHP ketentuan-ketentuan dasar dapat dijadikan pedoman untuk penyusunan perundnag-undangan pidana di luar KUHP, dengan tujuan untuk menciptakan kesatuan dalam sistem pemidanaan yang substansif dan harmonisasi. Dapat diartikan apabila pada kasus pencemaran nama baik proses penjatuhan pidana yang diberikan diputuskan oleh hakim, sehingga dapat mencakup semua ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu jalankan. Kedua, dalam pasal 27 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, pengertian dari pencemaran nama baik diambil dari pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP karena dalam peraturan tersebut tidak diberikan pengertian pencemaran nama baik. Dikarenakan hal itu menjadi alasan dan konsekuensi logis ditetapkannya KUHP sebagai sistem pemindanaan dalam kasus pencemaran nama baik (Muthia & Arifin, 2019).

Ancaman pidana pencemaran nama baik di media sosial, pelaku yang melanggar hukum pasal 27 ayat 3 UU ITE yang diatur dalam pasal 45 ayat 3 UU 19/2016 berbunyi: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Kemudian apabila pelaku melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE yaitu menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA maka dapat dikenakan hukuman berdasarkan pasal 45A ayat 2 UU 19/206 yang berbunyi: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Auli, 2022). Dengan demikian, delik hukum pencemaran nama baik di media sosial diatur dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 UU 19/2016 adalah delik aduan, sehingga hanya korban yang bisa memproses ke polisi.

  • Prank

Menurut KBBI prank sebagai istilah asing yang diambil dari bahasa inggris yang memiliki arti sebagai suatu bentuk kekinian untuk kejenakaan, yang diadaptasi dari practical joke, dengan tujuan membuat seseorang merasa terjahili sehingga si pelaku mendapat kepuasan tersendiri dari perbuatan yang telah dilakukannya tadi (Yasa & Wiguna, 2021). Prank juga diartikan sebagai lelucon atau guyonan yang sengaja dibuat oleh seseorang dari sesuatu yang awalnya mengandung konten negatif seperti pornografi, tragedi, kekerasan, sarkasme dan hinaan terhadap golongan tertentu yang bisa mengandung makna kejam dibalik guyonan tersebut. Prank yang sifatnya bercanda dan bisa dibilang dark humor data merugikan orang lain hingga sampai ditindak pidana (Ningsih & Karim, 2020).

Konten prank tentunya akan menimbulkan dampak baik itu positif bahkan negatif. Dampak positifnya yaitu dapat memberikan rasa bahagia, keceriaan, keakraban dan sebagai hiburan. Sementara dampak negatifnya yaitu dapat berakibat fatal hingga kematian pada pelaku maupun korban, dan dari konten ini juga dapat menimbulkn rasa dendam atau kebencian yang dapat memancing keributan antara korban dan pelaku.

Berkaitan dengan prank yang dibuat oleh YouTuber sebagai konten yang diunggah dalam YouTube, maka hal tersebut memiliki keterkaitan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Karena konten prank YouTuber merupakan suatu dokumen elektronik. Dengan adanya kasus hukum yang terkait mengenai konten prank dalam youtube atau lainnya merupakan suatu tindak pidana. Dimana setiap konten prank yang mengandung perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan hukum, maka konten tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana.

Ketentuan pidana mengenai kasus prank menurut UU ITE diatur pada BABA XI, namun tidak semuanya dikategorikan sebagai konten prank youtube. Adapun ketentuan pidana dalam UU ITE yang dapat dikaitkan dengan konten prank YouTuber, yaitu prank yang berisi muatan melanggar kesusilaan, ketenuan ini termuat dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Kemudian ada prank yang berisi muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, hal ini termuat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dan prank berisi muatan yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), hal ini termuat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE (Yasa & Wiguna, 2021).

Konten prank yang diambil melalui kamera dpaat dikatakan sebagai  informasi  elektronik  dan/atau dokumen elektronik yang berdasarkan  Pasal 1 ayat 1 dan 4 UU 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu: Informasi Elektronik adalah satu atau kumpulan   data elektronik, termasuk tetapi tidak    terbatas    pada    tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik, telegram, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang  mempunyai  arti  atau  dapat dipahami oleh yang mampu memahaminya. Konten prank juga mengacu pada pasal 310 dalam KUHP.

Ancaman pidana bagi orang yang melanggar ayat 27 ayat 3 UU ITE  yang diatur dalam pasal 45 ayat 3 UU 19/2016 yang berisi: setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ membuat diaksesnya informasi elektronik dna/atau dokumen elektronik yang berisi penghinaan dan/ pencemaran nama baik, sebagaimana tertuang dalam apsal 27 ayat 3 yang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (Ningsih & Karim, 2020). Dengan demikian konten prank yang membuat korban menjadi malu maka ditindak pidanakan atas kasus pencemaran nama baik berdasarkan pasal 27 ayat 3 UU ITE jo. Pasal 45 ayat 3 UU19/2016.

  1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pencemaran nama baik dan dan konten prank dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronik yang mengandung mauatn yang melanggar kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dapat menimbulakan kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat yang berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (sara). Maka pengaturan mengenai pencemaran nama baik dan koten prank yang dikategorikan sebagai tindak pidana UU ITE diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan (3) junto Pasal 45 ayat (1) dan (3) serta Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45A ayat (2).

  1. DAFTAR PUSTAKA

Auli, R. C. (2022). Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial. Hukumonline.Com. https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-pencemaran-nama-baik-di-media-sosial-lt520aa5d4cedab

ITE, U. (2008). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/-Regulasi-UU.-No.-11-Tahun-2008-Tentang-Informasi-dan-Transaksi-Elektronik-1552380483.pdf

Libera.id. (2019). Pencemaran Nama Baik: Catatan Penting Hingga Contoh Kasus & Dampak Hukumnya. Libera.Id. https://libera.id/blogs/hukum-pencemaran-nama-baik/

Merdeka.com. (2021). Kominfo: 33 Persen Pelaporan Kasus UU ITE Gunakan Pasal Pencemaran Nama Baik. Merdeka.Com. https://www.merdeka.com/peristiwa/kominfo-33-persen-pelaporan-kasus-uu-ite-gunakan-pasal-pencemaran-nama-baik.html

Muthia, F. R., & Arifin, R. (2019). KAJIAN HUKUM PIDANA PADA KASUS KEJAHATAN MAYANTARA(CYBERCRIME) DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK DI INDONESIA. Resam – Jurnal Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Aceh Tengah, 5(1), 21–39. http://jurnal.stihmat.ac.id/index.php/resam/article/view/18/22

Ningsih, D. W., & Karim, A. (2020). PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PRANKBERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK(PENGHINAAN YANG DIUNGGAH DI MEDIA ONLINE). Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 9(2). http://journal.unigres.ac.id/index.php/JurnalProHukum/article/view/1194/926

Prastiwi, D. E., Tohadi, Munir, B., Ekawati, D., & Hukum, D. F. (2021). SOSIALISASI UNDANG-UNDANG ITE DAN DAMPAK HUKUMNYA BAGI MASYARAKAT. ABDI LAKSANA – JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, 2(3), 416–424. http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JAL/article/view/13479/7883

Safitri, R. (2018). Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Bagi Perguruan Tinggi (Law on Electronic Information and Transactions for Universities). (SALAM) Jurnal Sosial & Budaya Syari – ACADEMIA, 5(3), 197–218. https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/68386404/pdf-with-cover-page-v2.pdf?Expires=1666234269&Signature=Dw0hg88rzI7L1rf3I3FUIXNjfF2AmnZu~~wOzMoRp4jMc94FuC695VQGnMD3CPHGjXoyIR~YmRyGqh0iOTvZE-Z2nkLo~Tu9dZBugp34hHHaw0tTzdABV3nclCMCEbWhbnP8J8qQ4jBx4HbxbDtylxMI

Wikipedia. (2022a). Lelucon terapan. Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Lelucon_terapan

Wikipedia. (2022b). Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik

Yasa, I. W. B., & Wiguna, G. Y. (2021). Konten Prank Youtuber Sebagai Tindak Pidana Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, 7(2), 632–644. file:///C:/Users/user/Downloads/198902022016081218,+631-644.pdf

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

9 + 1 =