Menjadi Generasi Cerdas Dengan Melek Literasi Digital Yang Bijak

Fitra Maulida

Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Semarang, fitramaulida270@gmail.com

ABSTRACT

Progress over time and literacy levels go hand in hand, especially for the millennial generation which is often referred to as the digital generation. In the digital era, we must realize the importance of gaining comprehensive and in-depth knowledge through a rigorous process. To create a society that has the knowledge and skills to think critically and logically, it is necessary to increase literacy levels, including the ability to read, think critically and utilize technology. Literacy is very important because it reflects the level of development of civilization in each country. Media literacy in the digital era is a set of skills that a person must have to process information and use digital devices such as the Internet, including technical skills and thinking skills. Therefore, the millennial generation as users of digital devices must have a good understanding of the digital world, especially as technology continues to develop rapidly. Social media has a significant influence on changes in people’s behavior and lifestyle, including ethical, normative and cultural aspects. The influence of social networks has many different impacts, both positive and negative. To avoid possible negative impacts, it is important to understand the etiquette of communication on social media platforms. Good literacy is also needed in today’s life, especially in interacting in cyberspace and social networks. By having strong digital skills, we can take advantage of the opportunities and benefits offered by current technological developments.

ABSTRAK

Kemajuan dari waktu ke waktu dan tingkat literasi berjalan beriringan, terutama bagi generasi milenial yang sering disebut sebagai generasi digital. Di era digital, kita harus menyadari pentingnya memperoleh pengetahuan yang komprehensif dan mendalam melalui proses yang ketat. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis dan logis diperlukan peningkatan tingkat literasi, termasuk kemampuan membaca, berpikir kritis, dan memanfaatkan teknologi. Literasi sangat penting karena mencerminkan tingkat perkembangan suatu peradaban di setiap negara. Literasi media di era digital adalah seperangkat keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk mengolah informasi dan menggunakan perangkat digital seperti Internet, termasuk keterampilan teknis dan keterampilan berpikir.  Oleh karena itu, generasi milenial sebagai pengguna perangkat digital harus memiliki pemahaman yang baik mengenai dunia digital, apalagi teknologi terus berkembang pesat. Media sosial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat, termasuk aspek etika, normatif, dan budaya. Pengaruh jejaring sosial mempunyai banyak dampak yang berbeda-beda, baik positif maupun negatif. Untuk menghindari kemungkinan dampak negatif, penting untuk memahami etika komunikasi di platform media sosial. Literasi yang baik juga diperlukan dalam kehidupan di zaman sekarang, terutama dalam berinteraksi di dunia maya dan jejaring sosial. Dengan memiliki keterampilan digital yang kuat, kita dapat memanfaatkan peluang dan manfaat yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi saat ini.

  1. PENDAHULUAN

Di era globalisasi saat ini, hampir semua orang memiliki akses terhadap teknologi digital, yang memungkinkan penyebaran informasi lebih cepat dan efisien. Meski terdapat media konvensional di era digital saat ini, namun generasi milenial yang tumbuh dewasa di era ini memiliki lebih banyak media sosial dibandingkan media konvensional. Generasi ini semakin tertarik untuk memverifikasi keakuratan berita yang dibagikan dan lebih banyak konten untuk memperoleh informasi dari satu sumber, seperti media sosial. Membatasi jumlah artikel berita yang berisi informasi primer atau bahkan mengkonfirmasi beberapa ribu berita yang dipublikasikan secara online di media sosial adalah tugas yang sulit. Karena media sosial merupakan forum publik gratis, semakin besar kemungkinan penyebaran informasi palsu, di luar

konteks, dan tidak akurat. Bagi generasi millennial untuk melindungi diri dari informasi yang tidak akurat, bersifat provokasi, pola perilaku penggunaan media harus dievaluasi dan diperbaiki.

Literasi digital mengacu pada kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat dan berbagi konten atau informasi yang berdimensi kognitif, etika, sosio-emosional, serta teknis atau teknologi. Literasi digital adalah kemampuan membaca, menulis dan menghitung berbagai teks atau objek digital yang ditemui di lingkungan digital juga menggambarkan literasi digital sebagai minat, sikap, dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan perangkat komunikasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (STKIP PGRI Jombang, 2018) yang menyatakan bahwa Literasi digital merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki seseorang dalam menggunakan perangkat digital seperti internet yang melibatkan kemampuan teknis dan kecerdasan kognitif untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, memperoleh pengetahuan baru, dan berkomunikasi dengan orang lain. berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Literasi digital mencakup kemampuan menggunakan perangkat dan informasi digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks, seperti pendidikan, karier, dan kehidupan sehari-hari. Menurut (Pratiwi & Pritanova, 2017) Literasi digital juga mempunyai tujuan agar para pengguna mempunyai tanggungjawab dalam menggunakan media digital dan bisa memahami aspek hukum yang bersinggungan dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal-hal yang perlu diketahui yaitu meliputi pemakaian jaringan internet dan program-program yang bermanfaat, dasar-dasar pengoperasian komputer, tren dalam dunia digital, sistem keamanan dan kerahasiaan serta kewirausahaan.

Di era digital saat ini, akses terus-menerus terhadap platform media sosial telah menjadi kebutuhan bagi banyak orang. Alasan di balik kebutuhan tersebut adalah keinginan untuk selalu update informasi dan berita terkini melalui jejaring sosial. Media sosial memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap pembentukan kelompok sosial, karena setiap orang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menyebarkan prinsip, keyakinan, dan nilai-nilai tertentu untuk mengubah tatanan yang ada. Selain itu, perilaku sosial yang menyimpang juga menjadi topik sensitif yang kerap menjadi topik perbincangan utama di jejaring sosial. Platform sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, dan Whatsapp menjadi wadah di mana berita terbaru, gosip, dan informasi hangat dengan cepat menyebar di kalangan pengguna. Pada tahun 2016, Facebook sendiri mencatat 1,55 miliar pengguna aktif, dengan setiap pengguna menghabiskan minimal 20 menit harian untuk mengikuti perkembangan informasi di lini masa mereka. Proyeksi ke depan menunjukkan peningkatan terus-menerus dalam populasi pengguna media sosial, diperkirakan mencapai 2,72 miliar pengguna aktif pada tahun 2029, yang setara dengan sekitar sepertiga dari total populasi dunia. Media sosial berfungsi lebih sebagai wadah pertemuan bagi masyarakat untuk saling berbagi berita, potongan informasi, dan rekomendasi. Keberadaan tempat pertemuan ini dengan tingkat konektivitas yang tinggi menjadi ciri khas yang membedakan media sosial dari media konvensional lainnya. Sayangnya, informasi yang disebarkan melalui saluran media sosial sering kali mengandung framing dan tambahan elemen, bahkan terkadang melibatkan praktik memutarbalikkan fakta yang dapat membingungkan batas antara berita yang benar dengan yang tidak. Di era ini untuk mendapatkan sebuah berita sangatlah mudah. Media digital memberi kemudahan kepada setiap pemakainya untuk saling menyebarbakn berita. Sumber berita dapat diperoleh darimana saja. Zaman digital tidak bisa ditolak lagi. Siapa saja bisa dengan gampang menggunakan dengan baik. Namun, penting untuk senantiasa berhati-hati dalam menggunakan media sosial, mengingat peran besar dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, memberikan platform bagi individu untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan terhubung dengan orang lain. Namun, di balik kemudahan ini, terdapat risiko besar terkait privasi dan keamanan. Pengguna seringkali harus berhati-hati terhadap informasi pribadi yang mereka bagikan dan menyaring konten yang mereka konsumsi, mengingat maraknya penyebaran berita palsu atau hoaks. Selain itu, fenomena perbandingan sosial dan tekanan untuk menampilkan kehidupan yang sempurna dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental. Etika mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan seseorang karena melalui etika seseorang dapat memahami bagaimana cara hidup yang baik melalui tindakan dan perilaku sehari-hari. Etika juga berfungsi sebagai pedoman bagi manusia untuk mengambil keputusan yang tepat dan bertindak secara tepat. Untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan diperlukan suatu sistem yang menentukan bagaimana tepatnya seseorang harus bertindak. Sistem ini memungkinkan individu untuk memahami dan menghormati orang lain, yang sering disebut dengan kesantunan, etika, etika, dan lain-lain. Panduan interaktif ini membantu menjaga kepentingan orang lain yang terlibat, menciptakan perasaan aman, nyaman, tenang dan terlindungi. Etika juga memainkan peran penting dalam penggunaan media sosial dan terkait erat dengan etika pribadi. Pandangan perusahaan adalah bahwa etika seseorang ditunjukkan melalui tindakan dan perkataannya. Seseorang dianggap tidak etis atau tidak etis jika tindakan dan perkataannya tidak memperhitungkan akibat positif atau negatifnya. Hal ini menandakan bahwa masyarakat yang kurang memperhatikan etika akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan baik di lingkungannya Oleh karena itu, kesadaran akan potensi risiko ini menjadi kunci untuk menjaga pengalaman pengguna media sosial yang positif dan aman. Dengan membangun literasi digital yang kuat, pengguna dapat membuat keputusan yang cerdas, menjaga privasi mereka, dan memanfaatkan media sosial sebagai alat yang bermanfaat tanpa terjebak dalam dampak negatifnya.

Pentingnya melek literasi digital tidak dapat diabaikan dalam era di mana teknologi informasi dan internet mendominasi kehidupan sehari-hari. Melek literasi digital tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras, tetapi juga memahami konsep keamanan digital. Dengan adanya ancaman seperti kejahatan siber dan penyebaran informasi palsu atau hoax yang semakin merajalela, kemampuan untuk memahami dan menilai informasi secara kritis menjadi suatu keharusan. Melek literasi digital memungkinkan individu untuk mengenali tanda-tanda potensial dari serangan siber, mengelola kata sandi dengan bijak, dan menyaring informasi yang mereka temui secara online. Dengan demikian, melek literasi digital bukan hanya merupakan keahlian teknis, tetapi juga menjadi benteng pertahanan yang efektif dalam melawan ancaman digital yang dapat merugikan individu maupun masyarakat secara luas.

  • METODE PENELITIAN

Metode didalam laporan ini adalah deskriptif subjektif yaitu metode yang menjelaskan, mendeskripsikan, dan menyajikan gambaran mengenai pentingnya melek literasi digital. Sumber penyusunan diperoleh menggunakan teknik studi pustaka. Teknik studi pustaka adalah pengumpulan informasi yang dicari dan dipahami dari sumber bacaan seperti buku, artikel, jurnal dan sumber lain yang mendukung penulisan. Dalam artikel ini akan dijelaskan pentingnya melek literasi digital yang menerangkan upaya preventif dari hoax, kejahatan siber dan pentingnya literasi digital untuk generasi milenial.

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Upaya preventif literasi digital untuk penangkal hoaks di era modernisasiIndonesia masih menghadapi tantangan besar terkait literasi digital. Jelas terlihat bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami implikasi penting dari literasi dan budaya digital, sehingga cenderung kurang kritis dan analitis dalam menyikapi dan mengonsumsi berbagai informasi dari sumber digital. Dampaknya rentan terhadap misinformasi atau penipuan. Menurut Nicholas G. Carr, tanpa kemampuan berpikir kritis dan logis, orang akan kehilangan kemampuan menyaring informasi yang berlimpah di dunia yang semakin kompleks, di mana gambar seringkali memutarbalikkan kenyataan dan membuat pernyataan yang salah. Penyiaran dan periklanan dapat dicampur dengan berita. Faktanya, rumor dan hoax bisa dengan mudah disalahartikan sebagai kenyataan. Menurut (Fauzi, 2021) dalam Chazawi, Adami, Ferdian, (2016) informasi hoaks disebut dengan berita bohong yang isinya bertentangan dengan yang sebenarnya (materiële waarheid). Rahadi (2017) mengkategorikan informasi hoaks antara lain: 1) fake news adalah informasi yang dipalsukan atau dimasukkan ketidakbenaran didalamnya; 2) mis-informasi adalah informasi yang tidak teliti dan bisa disebutkan informasi yang keliru dengan tujuan untuk menipu; 3) post-truth yang sering disebut dengan pasca-kebenaran adalah opini publik yang dibentuk oleh emosi dari pada fakta; 4) propaganda adalah kegiatan mempengaruhi opini publik dengan menyebarluaskan informasi bohong, gossip atau setengah kebenaran; 5) clickbait atau tautan jebakan yaitu tautan situs yang berisi konten sesuai dengan fakta akan tetapi dikemas berlebihan. Sedangkan Kumar & Shah, (2018) mengkategorikan informasi hoaks berdasarkan konten dan niat penulisnya sehingga dapat dikelompokkan pada kategori dis-informasi dan mis-informasi. Dis-informasi merujuk pada memproduksi dan menyebarluaskan secara sengaja informasi yang diketahui salah. Sedangkan mis-informasi mengacu pada informasi palsu yang secara tidak sengaja didistribusikan.

Hoaks atau informasi palsu dapat menyebar melalui berbagai media berbagi informasi. Jenis hoaks ini memiliki variasi yang cukup beragam. Menurut Hidaya dan kolega (2019:8-9), ada beberapa bentuk hoaks, yaitu:

  1. Isu palsu adalah informasi yang diciptakan untuk menggantikan informasi asli dan sering dirancang dengan tujuan memanipulasi atau memasukkan informasi palsu ke dalam berita. Penulisnya cenderung menambahkan elemen-elemen yang tidak benar serta teori konspirasi yang semakin aneh semakin baik.
  2. Click bait atau jalinan perangkap adalah taktik yang digunakan untuk menarik pengunjung ke situs web tertentu dengan judul yang berlebihan atau gambar-gambar menarik. Meskipun isi situs web tersebut mungkin faktual, judulnya sering kali berlebihan untuk menarik perhatian pembaca.
  3. Prasangka pembenaran adalah upaya untuk mengkonfirmasi peristiwa atau bukti baru berdasarkan keyakinan yang sudah ada.
  4. Informasi yang hilang merujuk pada pernyataan yang tidak memiliki bukti kebenaran atau tidak sesuai dengan fakta yang digunakan dengan maksud menipu.
  5. Sindiran adalah jenis tulisan yang menggunakan lelucon, ejekan, dan dramatisasi berlebihan untuk mengomentari suatu peristiwa.
  6. Pasca kejujuran adalah peristiwa yang menekankan perasaan dan emosi agar dapat membentuk pandangan umum, bahkan ketika kenyataan sebenarnya berbeda.
  7. Kampanye adalah penyebaran berita, data, argumen, rumor, yang mungkin hanya sebagian benar atau bahkan berisi kebohongan demi mempengaruhi pandangan masyarakat.

    Menyikapi serangkaian kejadian negatif terkait penggunaan media sosial di Indonesia,

pihak berwenang telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan tingkat literasi digital masyarakat, terutama dalam konteks penggunaan jejaring sosial. Budaya digital, terutama jika diterapkan pada remaja, harus mendapat manfaat dari pengawasan orang tua yang memadai. Memang masa remaja merupakan masa dimana emosi seseorang belum stabil dan mudah terpengaruh oleh berbagai hal yang ditemuinya di media sosial dan platform video online seperti YouTube dan TikTok. Pemahaman yang baik tentang budaya digital penting untuk melindungi diri Anda dari segala jenis penipuan dan masalah yang mungkin timbul saat menggunakan jejaring sosial.

B. Literasi digital untuk menghindari kejahatan siber Menurut (Hidayat et al., 2023) Salah satu dampak negatif yang hadir karena media sosial adalah cybercrime. Cybercrime merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan menggunakan jaringan atau internet melalui smartphone. Cybercrime dapat dilakukan terorganisasi, tersembunyi, menembus ruang dan waktu, serta memiliki jangkauan yang luas (Bunga, 2019). Cybercrime yang sering terjadi atau dilakukan oleh para remaja diantara lain hatespeech, cyberbullying, pornografi, hacking, penipuan, judi online, mencuri identitas, plagiarism, dan lain sebagainya. Kejahatan dunia maya melibatkan upaya mengelabui individu agar mengunduh aplikasi undangan pernikahan atau tautan ke aplikasi toko online seperti Lazada. Penyerang menyamar sebagai orang yang mengirimkan undangan dan mengirimkan file APK dengan foto undangan pernikahan. Mereka meminta korban untuk mengklik dan menginstal aplikasi tersebut. Korban kemudian diminta untuk memberikan akses terhadap aplikasi tertentu sehingga mengakibatkan pencurian data pribadi sensitif di ponsel korban. Data yang dicuri tersebut mencakup berbagai informasi pribadi dan data yang diterima melalui SMS, termasuk informasi rahasia perbankan seperti one-time password (OTP), serta data lainnya. Perkembangan ini sangat memprihatinkan dan jika terus berlanjut dapat menimbulkan pandangan negatif di masyarakat, khususnya masyarakat umum, yang mungkin melihat perilaku di dunia online sebagai contoh untuk ditiru. Oleh karena itu menurut (Hidayat et al., 2023) untuk mengantisipasi permasalahan cybercrime pada remaja maka diperlukannya kemampuan literasi media. Kemampuan literasi media dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengakses, menganalisis, dan mengevaluasi penggunaan media serta isi dari media-media tersebut sehingga seseorang dapat memilih pesan-pesan mana yang layak untuk dijadikan informasi Untuk menghindari kemungkinan permasalahan mendasar di masyarakat, penting untuk mempromosikan budaya digital di semua lapisan masyarakat. Hague & Payton mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan individu untuk menerapkan keterampilan praktis dalam penggunaan perangkat digital untuk dapat menemukan dan memilih informasi, berpikir kritis, berargumentasi, berkolaborasi, berkomunikasi secara efektif dan memahami aspek keamanan elektronik serta kondisi sosial saat ini. konteks budaya. mendistribusikan konten di dunia maya, budaya digital juga memberikan pedoman bagi setiap individu untuk berinteraksi di dunia maya. Karena seringkali kejahatan dunia maya terjadi karena kelalaian korban atau karena korban sendiri yang mengekspos dirinya di depan umum dengan harapan dapat memancing reaksi orang lain. C. Peran generasi milenial dalam meningkatkan literasi digitalBerdasarkan pada generation theory dari Karl Mannheim maka pengertian generasi milenial adalah mereka yang lahir pada kurun waktu tahun 1980 sampai tahun 2000 atau generasi yang lahir pada 1980-2000 yang juga disebut sebagai generasi Y.5 Jika melihat dari kurun waktu tersebut maka jumlah sebaran generasi milenial sangat besar khususnya di Indonesia. Generasi tersebut yang pada saat ini berada pada umur yang sangat produktif. karakateristik mereka sebagai the true digital natives.6 Generasi milenial memiliki karakter sikap yang pragmatis dalam hidupnya. Karakter lainnya adalah dalam peranan sosial mereka tidak memiliki keterlibatan secara aktif karena biasanya lebih individualis. (Qutni & Oesman, 2022)Salah satu wujud literasi digital yang sering dilakukan generasi muda adalah dengan membuat komik digital seperti webtoon. Misalnya saja Qoni, generasi muda asal Palembang yang membuat webtoon berjudul “Kami Apoteker”. Dalam webtoon kali ini, Qoni memaparkan ilmunya di bidang farmasi. Dengan format yang menarik dan informatif, pembaca dapat dengan mudah memahami aspek-aspek tertentu dalam dunia farmasi melalui ilustrasi menarik dan penjelasan singkat di bawah setiap gambar.Setiap individu harus memahami bahwa literasi digital memegang peranan yang sangat penting dalam berpartisipasi di dunia modern saat ini. Literasi digital dianggap setara dengan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, berhitung, dan pengetahuan ilmiah lainnya. Generasi yang tumbuh dengan akses berlimpah terhadap teknologi digital memiliki pemikiran yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, setiap individu mempunyai tanggung jawab untuk menggunakan teknologi secara bijak dalam proses berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Teknologi digital memungkinkan masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan keluarga dan teman sehari-hari, namun sayangnya, dunia maya kini penuh dengan berita palsu, ujaran kebencian, ekstremisme, dan perilaku curang. Untuk memerangi konten negatif yang merugikan ekosistem digital, kesadaran individu sangatlah penting.

                    Membangun budaya literasi digital merupakan tugas yang memerlukan partisipasi aktif masyarakat secara keseluruhan. Keberhasilan dalam memperoleh pengetahuan digital mencerminkan pencapaian penting dalam pendidikan dan kebudayaan. Di era digital yang dipenuhi media digital, generasi milenial kesulitan mengakses, memilih, menggunakan, dan memfilter informasi yang mereka terima. Maka kini saatnya kita mempersiapkan masa depan cerah dengan meningkatkan standar pendidikan generasi penerus, khususnya dalam hal literasi digital. Dalam konteks ini, literasi digital mengacu pada kemampuan individu dalam menggunakan media digital untuk mengakses dan memahami berbagai informasi yang ditemuinya.

                    Literasi digital membawa dampak yang signifikan dan meluas pada generasi milenial. Para milenial memperoleh informasi melalui penggunaan media digital, memudahkan mereka dalam menyortir dan memilih kompetensi serta informasi dari berbagai sumber yang dianggap bermanfaat. Hal ini memungkinkan mereka untuk lebih mudah memahami kompetensi dalam memproses informasi yang telah dipilah-pilah. Harapannya, generasi milenial dapat melanjutkan dengan menganalisis kompetensi, mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan informasi yang telah mereka pahami. Jika mereka telah memahami informasi yang dipelajari, mereka dapat menggunakan informasi tersebut untuk memverifikasi kompetensi mereka, melakukan konfirmasi silang dengan informasi sejenis, dan akhirnya menilai kredibilitas informasi tersebut.

KESIMPULAN Gerakan literasi digital bertujuan untuk meningkatkan kesadaran individu akan pentingnya mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, menerima, dan menganalisis serta mengevaluasi informasi secara efektif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pola berpikir sehingga individu menjadi lebih waspada dan tidak rentan terhadap penipuan. Melalui gerakan literasi digital, masyarakat akan dilatih untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara lebih efektif, mampu mendekati informasi secara cermat dan tidak langsung menerima segala informasi tanpa menelaahnya dan juga akan mendorong individu untuk berpikir kritis ketika mengevaluasi informasi yang ditemuinya Internet DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, M. (2021). Pengaruh Literasi Digital Terhadap Pencegahan Informasi Hoaks pada Remaja di SMA Negeri 7 Kota Lhokseumawe. Jurnal Pekommas, 6(2), 77–84. https://doi.org/10.30818/jpkm.2021.2060210

Hidayat, F. P., Hardiyanto, S., Lubis, F. H., & Adhani, A. (2023). Kemampuan Literasi Media Sebagai Upaya Mengantisipasi Cybercrime Pada Remaja Di Kota Medan. Jurnal Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(1), 13–25. https://doi.org/10.30596/ji.v7i1.12904

Pratiwi, N., & Pritanova, N. (2017). Pengaruh Literasi Digital Terhadap Psikologis Anak Dan Remaja. Semantik, 6(1), 11. https://doi.org/10.22460/semantik.v6i1.p11-24

Qutni, D., & Oesman, A. M. (2022). Urgensi Literasi Digital bagi Generasi Milenial dalam Konservasi Budaya. LIBRARIA: Jurnal Perpustakaan, 10(2), 291. https://doi.org/10.21043/libraria.v10i2.17468

STKIP PGRI Jombang. (2018). Pentingnya Literasi Digital di Era Generasi Milenial. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, 04, 1–11.  

LINK VIDEO YOUTUBE : https://youtu.be/nS0t17_AOjc?feature=shared

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 1 = 4