Pengetahuan Masyarakat Tentang UU ITE dan Etika Dunia Cyber

Jihan Ihza Hilmy Mahdy Atha Fachrezi

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bagi masyarakat awam lebih dikenal dengan nama UU ITE. Masyarakat awam mengenal undang-undang ini sebagai sebuah peraturan yang mengatur dan mengekang kebebasan berpendapat di dunia cyber atau dunia maya. Hal ini terutama pada pencemaran nama baik dan ujaran kebencian seperti ejekan di dunia maya..

Semua ini tak lepas dari berbagai publik figur yang terjerat kasus ini. Ahmad Dani, Jerink SID, Nikita Mirzani, dan berbagai publik figur lainnya. Mereka, para publik figur yang dapat disebut juga artis ini dikasuskan atau dipenjarakan karena ucapan mereka di media sosial. Ucapan mereka itu bagi berbagai pihak dianggap sebagai ujaran kebencian dan pencemaran nama baik sehingga ucapan dan tindakan mereka kemudian dipidanakan dengan dasar aturan UU ITE tersebut.

Dari permasalahan itulah, masyarakat menganggap UU ITE sebagai sebuah peraturan yang mengatur dan mengekang kebebasan berpendapat di dunia cyber atau dunia maya. Namun, UU ITE ini lebih daripada itu. UU ITE ini mengatur tentang persebaran informasi dan transaksi elektronik yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya masalah remeh seperti ejekan dan ujuran kebencian di media sosial. Meski memang UU ITE juga mencakup hal tersebut.

Sebagaimana yang tertera dalam UU No 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 4 menyatakan bahwa UU ITE  diciptakan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka  meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab, dan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. Dari hal itu, dapat dibuktikan jika tujuan UU ITE diciptakan bukan untuk mengatur dan mengekang kebebasan berpendapat di dunia cyber atau dunia maya, tetapi lebih kepada melindungi pengguna teknologi informasi.

UU ITE ini sebenarnya lebih menekankan pada transaksi elektronik. Hal ini karena saat ini adalah zaman modern dan elekronik serta cyber dimana transaksi mulai dilakukan secara elektronik. Sebelum UU ITE ini muncul banyak kasus penipuan online yang dilakukan oleh beberapa oknum. Dikarenakan belum adanya UU ITE saat itu membuat kasus ini sulit ditangani. Alasan itulah mengapa UU ITE muncul. Tentu saja, UU ITE juga tetap membahas dan melindungi informasi pengguna teknologi tersebut.

UU ITE memang tidak untuk mengatur dan mengekang kebebasan berpendapat di dunia cyber atau dunia maya tetapi masyarakat tetap takut jika terkena kasus UU ITE. Untuk mengatasi hal tersebut, semua pihak khususnya pemerintah perlu mensosialisasikan pada masyarakat tentang UU ITE melalui etika dunia cyber.

Etika dunia cyber adalah suatu aturan tak tertulis yang dikenal di dunia IT. Suatu nilai-nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Etika di dunia cyber pada dasarnya tidak berbeda dengan di dunia nyata. Hanya beberapa penyesuaian terkait dunia cyber. Pada September 2011, beberapa komunitas online dan pegiat internet berkumpul dan merumuskan etika online bagi seluruh warga Indonesia. Hasil rumusannya adalah sebagai berikut,

  1. Bahwa kegiatan penggunaan internet dapat membantu mencari, mendapatkan, mengelola, dan mendistribusikan banyak informasi positif dan bermanfaat bagi individu maupun masyarakat luas
  2. Bahwa kegiatan penggunaan internet ternyata membuka peluang bagi diri sendiri terkena dampak negatif maupun menghadapi perkara dari pihak lain yang dirugikan atau merasa dirugikan
  3. Bahwa dampak negatif ataupun perkara yang timbul akibat penggunaan internet, dalam batas-batas tertentu dapat diselesaikan secara musyawarah, namun seseorang tetap dapat terkena konsekuensi hukum secara perdata dan/atau pidana
  4. Untuk maka kami, atas nama perwakilan organisasi/komunitas berjejaring dari berbagai kota di Indonesia bersepakat menyerukan kepada seluruh masyarakat luas pada umumnya dan pengguna internet pada khususnya agar bijak dalam penggunaan internet
  5. Untuk itu pula maa kami secara bersama telah merumuskan acuan etika online (menggunakan internet) yang bersifat konsep umum, tidak mengikat, bebas diadposi siapapun dan diadaptasi sesuai kebutuhan masing-masing yang berbunyi, “Siapapun tanpa terkecuali, ketika online (menggunakan internet) harus menjunjung tinggi dan menghormati; nilai kemanusiaan, kebebasan berekspresi, perbedaan dan keberagaman, keterbukaan dan kejujuran, hak individu atau lembaga, hasil karya pihak lain, dan norma masyarakat, serta tanggung-jawab.

Hasil dari rumusan itu pada dasarnya sesuai dengan UU ITE yang telah diterbitkan sebelumnya. Pada UU ITE tersebut, isi tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terdapat pada pasal 27-29 dengan isi sebagai berikut

  1. Pasal 27 menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak mendistribusikan dan/ata mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan berupa melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan dan/atau pengancaman
  2. Pasal 28 menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik serta menyebakan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, rasm dan antargolongan (SARA)
  3. Pasal 29 menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elekronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi

Setiap orang yang melakukan tindakan diatas yang tertera pada pasal 27-29 dapat dipidana penjara maksimal 4-6 tahun dan denda sebesar Rp 750.000.000,00 – Rp 1.000.000.000,00. Sehingga, masyarakat diharapkan berhati-hati dan bertindak dalam penggunaan teknologi informasi. Masyarakat juga harus menganggap semua hal itu adalah perlindungan informasi, bukan pengekangan informasi

Hal ini juga didukung oleh media sosial yang ada di dunia khususnya yang beredar di Indonesia mulai dari Facebook, Instagram, hingga Youtube. Setiap media sosial itu memiliki pedoman komunitas mereka sendiri dimana setiap isi pedoman serupa dimana tidak SARA, tidak membagikan konten seksual, tidak mengancam, dan tindak pidana lainnya. Kemudian, pedoman komunitas itu harus ditaati oeh semua pengguna media sosial tersebut

MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga mengeluarkan fatwa tentang etika dunia cyber. Dalam fatwa ini, menyatakan bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk,

  1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan
  2. Melakukan Bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agam, ras, atau antar golongan
  3. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup
  4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i
  5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya

Meski dikeluarkan oleh MUI, badan milik umat Islam, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk diadopsi oleh pihak luar karena memang fatwa ini bukan khusus untuk umat Islam tetapi semua manusia sehingga dapat dilaksanakan oleh semua pihak. Selain itu, isi dari fatwa tersebut hampir sama dengan keputusan pihak lain dan bermanfaat bagi semua pihak sehingga siapapun dapat melaksanakannya. Fatwa MUI ini hanya mempertegas bagi umat Islam.

Sehingga dari semua hal itu, dapat disimpulkan bahwa etika di dunia cyber yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama hargai orang lain selayaknya menghargai orang lain di dunia nyata. Kedua apa yang diunggah atau unduh akan mencerminkan diri sendiri sehingga selalu cek apa yang kita unggah dan unduh karena semua hal itu bersifat permanen dengan jejak digital. Ketiga jangan mengunduh konten bajakan, jangan plagiat karya orang lain, hargai hak cipta orang lain. Jika memang membutuhkan konten/karya tersebut, maka lakukan unduh dari sumber terpercaya dan selalu beri sumber konten/karya tersebut. Hargai privasi diri sendiri dan privasi orang lain saat bermain internet. Terakhir adalah berpikir kritis dalam berbagi informasi, apakah benar atau salah informasi tersebut.

Semua hal itu belum semua dari etika yang ada. Sehingga masih banyak etika yang harus dipatuhui dalam dunia cyber. Masyarakat tidak perlu takut berekspresi di media sosial atau di dunia cyber. Masyarakat juga tidak perlu takut terjerat kasus UU ITE yang dianggap mengatur dan mengekang kebebasan berpendapat di dunia cyber atau dunia maya. Selama masyarakat mengikuti etika dunia cyber yang telah disebutkan sebelumnya dari berbagai sumber baik itu hasil rumusan komunitas online dan pegiat internet pada tahun 2011, melalui UU ITE, melalui fatwa MUI, dan berbagai sumber lainnya. Inti dari etika dunia cyber adalah serupa dengan etika dunia nyata sehingga masyarakat mudah mengikuti etika tersebut.

Video Pembelajaran dari materi ini dapat diakses melalui

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 37 = 44